Anak adalah anugerah terindah yang Tuhan titipkan
kepada semua orang tua di muka bumi ini. Membesarkan anak menjadi pribadi yang
berbudi luhur dan berakhlak mulia adalah suatu tantangan bagi setiap orang tua.
Jika tantangan tersebut berhasil dilalui, maka berhasilah orang tua tersebut.
Seperti yang kita ketahui, membesarkan anak
untuk menjadi pribadi yang baik tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Banyak tahapan yang harus orang tua lalui agar anak tersebut tumbuh dan
berkembang menjadi pribadi yang baik.
Setiap anak dilahirkan
sama polos. Namun proses tumbuh kembang anak menjadi kompleks karena
dipengaruhi berbagai faktor seperti faktor genetik, nutrisi, lingkungan, dan
pola asuh. Dalam membentuk karakter anak, pola asuh memiliki peranan besar. Orang tua bertanggung jawab sepenuhnya
memberikan pola asuh yang baik kepada anak dan bertanggung jawab untuk memenuhi
kebutuhan anaknya, mengajari, mengarahkan, dan mendidik hingga dewasa nanti.
Tanggung jawab orang tua meliputi tanggung
jawab keimanan, materi, fisik, moral, akal, kejiwaan, sosial, dan seks.
Tanggung jawab inilah yang disebut bentuk pengasuhan. Tujuan dari pengasuhan
itu sendiri adalah untuk membentuk anak-anak menjadi manusia yang sehat,
cerdas, berkarakter mulia, berakhlak serta mampu menjadi generasi kuat bukan
generasi yang lemah dan memiliki masa depan yang cerah. Semua orang tua dimuka
bumi pasti memimpikan itu semua. Agar semua itu terwujud maka orang tua harus
mengetahui dan menerapkan pola asuh yang benar sesuai dengan tahapan perkembangan
yang dibutuhkan anak.
Dewasa ini, di era milenial, kesalahan pola
asuh anak menjadi faktor utama penyebab tumbuhnya generasi bobrok, generasi
lemah dan menjadi pribadi yang mudah menyerah. Kesalahan pola asuh anak di era
milenial ini diantaranya seperti, memberi banyak pilihan, banyak memuji, berusaha membuat anak
gembira, terlalu dimanjakan, membuat anak sibuk, kepintaran dianggap paling
penting, menyembunyikan topik sensitif seperti seks, terlalu sering mengkritik,
membebaskan anak nonton tv atau
main gadget, terlalu melindungi anak dan sebagainya.
Dalam artikel ini, saya akan mengambil beberapa
contoh pola asuh anak yang terdapat dalam Naskah Drama “Seksa” Karya Dhipa
Galuh Purba dan nantinya saya akan mengambil sisi baik ataupun hikmah yang terkandung
dalam kisah tersebut.
Naskah drama ini menceritakan tentang dua
keluarga dengan latar belakang kehidupan yang sangat berbeda. Keluarga pertama
masuk kedalam kategori keluarga dengan kondisi perekonomian yang kurang mampu,
sedangkan keluarga kedua masuk kedalam keluarga berada. Namun masalah yang
dihadapi dua keluarga ini bisa dikatakan sama mengingat masalah yang dihadapkan
dalam naskah ini yaitu tentang kesalahan pola asuh anak.
Keluarga pertama, dikepalai oleh Suhadi. Suhadi
dikisahkan menjadi seorang pribadi yang hanya memikirkan diri sendiri. Suhadi
memiliki empat orang istri, bisa dikatakan ia hanya mementingkan nafsu
birahinya saja. Selain itu Suhadi memiliki seorang anak yang bernama Ajag. Namun,
Ajag tidak diperlakukan seperti seorang anak pada umumnya. Ajag dibesarkan
dengan cacian dan makian. Ajag dipaksa untuk menjadi anak yang pintar tanpa
melihat bakat yang Ajag miliki. Ajag berbakat menjadi artis, namun Suhadi tak
pernah sekali mendukungnya bahkan selalu menghina Ajag. Hingga suatu ketika,
Ajag tidak Lulus Ujian Nasional. Suhadi yang mengetahui soal itu, sangat marah
terhadap Ajag. Bukan memberi semangat dan dukungan, Suhadi hanya bisa mencaci
maki anaknya sendiri, bahkan ia pun tak tahu alasan anaknya tidak lulus Ujian
Nasional kenapa.
Sedangkan keluarga kedua yaitu keluarga tokoh
utama dalam naskah, keluarga Seksa. Seksa dibesarkan dalam keluarga yang
berada, dibesarkan di dalam keluarga yang berpendidikan tinggi dan memiliki
jabatan tinggi di DPR RI. Namun, dibesarkan dalam keluarga kaya raya tidak
menjamin kebahagiaan seorang anak. Ibu dan Ayahnya hanya memikirkan karir dan
jabatan. Yang anak butuhkan pada umumnya hanyalah kasih sayang dan perhatian
orang tua. Dalam kasus ini, orang tua tidak memantau pergaulan anaknya. Hingga pada
suatu ketika, adik dari Seksa harus mengidap penyakit AIDS. Dalam masalah ini,
pengetahuan akan seks sangatlah penting, namun ketika pada suatu waktu sang
adik ingin berdiskusi tentang seks, Seksa tidak meladeni nya. Penyesalan datang
di akhir, sangat disayangkan sang adik harus meninggal dunia. Mengetahui hal
itu, Seksa tidak bisa menerima kenyataan. Seksa menjadi sangat terobsesi ke
dalam dunia sexology. Ia membaca habis semua buku tentang seks. Namun, karna
masih menyesali akan kematian adiknya, ia mencoba bunuh diri dengan melompat
dari atas rumahnya. Namun naas, percobaan itu tidak berhasil namun
mengakibatkan pergeseran pada otaknya. Karena hal tersebut, Seksa menjadi
memiliki dua kepribadian. Dikala siang menjadi a dikala malam menjadi b.
Dalam naskah drama seksa ini peran orang tua sangat
dibutuhkan sekali, karena pada zaman ini sangatlah banyak pergaulan bebas.
Contoh kalimat percakapan dalam naskah Seksa
yang menunjukan kesalahan pola asuh anak sebagai berikut :
1.
Suhadi : “belegug mah belegug we, henteu kudu loba
alesan sagala. Matak teu lulus oge akibat kebluk ngapalkeun.”
Artinya : “bodoh mah bodoh saja, tidak usah
banyak alasan segala. Makanya tidak lulus karena males belajar”
2.
Suhadi : “dasar budak belegug! Lamun teu cape mah
maneh teh disiksa ayeuna keneh!”
Artinya : “dasar anak bodoh! Kalau tidak capek
mah kau sudah disiksa sekarang juga!”
3.
Suhadi : “jadi bakat maneh naon? Ooh.. enya, kakara
inget.. maneh masih keneh sok milu latihan ekting? Hayang jadi bentang sinetron
maneh the? Ngaca siah! Eweuh kabecus maneh mah hirup teh. Kalah legeg di
heulakeun!”
Artinya : “Jadi bakat kau apa? Oh, iya baru
ingat, kau masih suka latihan acting? Mau jadi bintang sinetron? Ngaca sana! Gak
ada keahlian hidup kau. Malah banyak gaya didahulukan!”
4.
Suhadi : “teu sudi aing kudu ngalalajoanan maneh!
Cumah asup tivi oge, ari angger teu kabeli keur nyatu-nyatu can mah. Tuh jeblug
maneh kasi ujay, gera bayar! Piraku aya aartis nganjuk keneh barang hakan ?”
Artinya : “tidak sudi saya harus nontonin kau! Percuma
masuk tv juga kalau tidak kebeli untuk makan sedikitpun. Tuh makanan kau ke si
Ujay cepat bayar! Masa ada artis masih ngehutang bahan makan?!”
5.
Suhadi : “nubaleg siah ? menang maling timana duitna?”
Artinya : “yang benar kau? Dapat maling
darimana uangnya?”
Dalam contoh dialog diatas, sebagian besar
menunjukan bahwa orang tua tidak sama sekali mendukung bakat dari anaknya
sendiri. Sebagian besar, orang tua hanya bisa memarahi anaknya, hanya bisa
menyalahkan anaknya, bukan mendukung dan mensupport bakat yang anaknya miliki.
Dimensi pola asuh
Menurut Baumrind (dalam Damon & Lerner, 2006) pola
asuh terbagi menjadi 2 dimensi, yaitu:
1. Parental responsiveness
Orang
tua bersikap hangat dan memberikan kasih sayang kepada anak. Orang tua dan anak
terlibat secara emosi dan menghabiskan waktu bersama dengan anak.
2 Parental demanding
Orangtua
memberikan kontrol terhadap anak mereka. Orang tua menggunakan hukuman untuk
dengan tujuan untuk mengontrol anak mereka. Orang tua bersikap menuntut dan
memaksa anak dan orang tua akan memberikan aturan kepada anak ketika anak tidak
memenuhi tuntutan dari orang tua.
Aspek-aspek Pola Asuh
Menurut Baumrind (dalam Damon & Lerner, 2006) pola
asuh terbagi beberapa aspek, yaitu:
a. Warmth
Orang tua
menunjukkan kasih sayang kepada anak, adanya keterlibatan emosi antara orang
tua dan anak serta menyediakan waktu bersama anak. Orang tua membantu
anak untuk mengidentifikasi dan membedakan situasi ketika memberikan atau
mengajarkan perilaku yang tepat
b. Control
Orang tua
menerapkan cara berdisiplin kepada anak, memberikan beberapa tuntutan atau
aturan serta mengontrol aktifitas anak, menyediakan beberapa standar yang
dijalankan atau dilakukan secara konsisten, berkomunikasi satu arah dan percaya
bahwa perilaku anak dipengaruhi oleh kedisiplinan.
c. Communication
Orang tua
menjelaskan kepada anak mengenai standar atau aturan serta pemberian
reward atau punish yang dilakukan kepada anak.
Orang tua juga mendorong anak untuk bertanya jika anak tidak memahami atau
setuju dengan standar atau aturan tersebut
Perbandingan pola asuh anak dalam naskah “Seksa” dengan pola
asuh anak menurut agama Islam. Pola asuh anak dalam Islam antara lain :
1.
Umur
anak-anak 0-6 tahun.
Pada
tahap ini, Rasulullah saw menyuruh kita untuk memanjakan, mengasihi dan
menyayangi anak dengan kasih sayang tanpa terbatas.
2.
Umur
anak-anak 7-14 tahun.
Pada
tahap ini orang tua harus menanamkan nilai disiplin
dan tanggung jawab kepada
anak-anak.
3.
Umur anak-anak 15- 21 tahun.
Pada
tahap remaja yang penuh sikap memberontak. Pada tahap ini, orangtua sebaiknya
mendekati anak-anak dengan berteman
tau berkawan dengan
anak-anak. Sering berkomunikasi
4.
Umur anak 21 tahun dan ke atas.
Tahap ini adalah masa orang tua untuk memberikan sepenuh kepercayaan kepada anak-anak dengan memberi kebebasan dalam membuat keputusan mereka
sendiri.
Dalam naskah ini, bisa disimpulkan dengan garis
besar bahwa komunikasi yang baik itu penting. Karena dengan adanya komunikasi
yang baik, anak merasa di perhatikan, sehingga masalah yang anak miliki pun
dapat terselesaikan. Amarah bukan jalan yang terbaik. Amarah hanya bisa
memperburuk keadaan. Orang tua tidak bisa memaksakan keinginannya, karena orang
tua hanya dititipkan oleh Tuhan untuk menjaga dan merawat anaknya dengan baik hingga
dewasa nanti.
Daftar Pustaka :