KESALAHAN POLA ASUH ANAK YANG TERKANDUNG DIDALAM NASKAH DRAMA “SEKSA” KARYA DHIPA GALUH PURBA


Anak adalah anugerah terindah yang Tuhan titipkan kepada semua orang tua di muka bumi ini. Membesarkan anak menjadi pribadi yang berbudi luhur dan berakhlak mulia adalah suatu tantangan bagi setiap orang tua. Jika tantangan tersebut berhasil dilalui, maka berhasilah orang tua tersebut.
Seperti yang kita ketahui, membesarkan anak untuk menjadi pribadi yang baik tidak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak tahapan yang harus orang tua lalui agar anak tersebut tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang baik.
Setiap anak dilahirkan sama polos. Namun proses tumbuh kembang anak menjadi kompleks karena dipengaruhi berbagai faktor seperti faktor genetik, nutrisi, lingkungan, dan pola asuh. Dalam membentuk karakter anak, pola asuh memiliki peranan besar. Orang tua bertanggung jawab sepenuhnya memberikan pola asuh yang baik kepada anak dan bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan anaknya, mengajari, mengarahkan, dan mendidik hingga dewasa nanti.
Tanggung jawab orang tua meliputi tanggung jawab keimanan, materi, fisik, moral, akal, kejiwaan, sosial, dan seks. Tanggung jawab inilah yang disebut bentuk pengasuhan. Tujuan dari pengasuhan itu sendiri adalah untuk membentuk anak-anak menjadi manusia yang sehat, cerdas, berkarakter mulia, berakhlak serta mampu menjadi generasi kuat bukan generasi yang lemah dan memiliki masa depan yang cerah. Semua orang tua dimuka bumi pasti memimpikan itu semua. Agar semua itu terwujud maka orang tua harus mengetahui dan menerapkan pola asuh yang benar sesuai dengan tahapan perkembangan yang dibutuhkan anak.
Dewasa ini, di era milenial, kesalahan pola asuh anak menjadi faktor utama penyebab tumbuhnya generasi bobrok, generasi lemah dan menjadi pribadi yang mudah menyerah. Kesalahan pola asuh anak di era milenial ini diantaranya seperti, memberi banyak pilihan, banyak memuji, berusaha membuat anak gembira, terlalu dimanjakan, membuat anak sibuk, kepintaran dianggap paling penting, menyembunyikan topik sensitif seperti seks, terlalu sering mengkritik, membebaskan anak nonton tv atau main gadget, terlalu melindungi anak dan sebagainya.
Dalam artikel ini, saya akan mengambil beberapa contoh pola asuh anak yang terdapat dalam Naskah Drama “Seksa” Karya Dhipa Galuh Purba dan nantinya saya akan mengambil sisi baik ataupun hikmah yang terkandung dalam kisah tersebut.
Naskah drama ini menceritakan tentang dua keluarga dengan latar belakang kehidupan yang sangat berbeda. Keluarga pertama masuk kedalam kategori keluarga dengan kondisi perekonomian yang kurang mampu, sedangkan keluarga kedua masuk kedalam keluarga berada. Namun masalah yang dihadapi dua keluarga ini bisa dikatakan sama mengingat masalah yang dihadapkan dalam naskah ini yaitu tentang kesalahan pola asuh anak.
Keluarga pertama, dikepalai oleh Suhadi. Suhadi dikisahkan menjadi seorang pribadi yang hanya memikirkan diri sendiri. Suhadi memiliki empat orang istri, bisa dikatakan ia hanya mementingkan nafsu birahinya saja. Selain itu Suhadi memiliki seorang anak yang bernama Ajag. Namun, Ajag tidak diperlakukan seperti seorang anak pada umumnya. Ajag dibesarkan dengan cacian dan makian. Ajag dipaksa untuk menjadi anak yang pintar tanpa melihat bakat yang Ajag miliki. Ajag berbakat menjadi artis, namun Suhadi tak pernah sekali mendukungnya bahkan selalu menghina Ajag. Hingga suatu ketika, Ajag tidak Lulus Ujian Nasional. Suhadi yang mengetahui soal itu, sangat marah terhadap Ajag. Bukan memberi semangat dan dukungan, Suhadi hanya bisa mencaci maki anaknya sendiri, bahkan ia pun tak tahu alasan anaknya tidak lulus Ujian Nasional kenapa.
Sedangkan keluarga kedua yaitu keluarga tokoh utama dalam naskah, keluarga Seksa. Seksa dibesarkan dalam keluarga yang berada, dibesarkan di dalam keluarga yang berpendidikan tinggi dan memiliki jabatan tinggi di DPR RI. Namun, dibesarkan dalam keluarga kaya raya tidak menjamin kebahagiaan seorang anak. Ibu dan Ayahnya hanya memikirkan karir dan jabatan. Yang anak butuhkan pada umumnya hanyalah kasih sayang dan perhatian orang tua. Dalam kasus ini, orang tua tidak memantau pergaulan anaknya. Hingga pada suatu ketika, adik dari Seksa harus mengidap penyakit AIDS. Dalam masalah ini, pengetahuan akan seks sangatlah penting, namun ketika pada suatu waktu sang adik ingin berdiskusi tentang seks, Seksa tidak meladeni nya. Penyesalan datang di akhir, sangat disayangkan sang adik harus meninggal dunia. Mengetahui hal itu, Seksa tidak bisa menerima kenyataan. Seksa menjadi sangat terobsesi ke dalam dunia sexology. Ia membaca habis semua buku tentang seks. Namun, karna masih menyesali akan kematian adiknya, ia mencoba bunuh diri dengan melompat dari atas rumahnya. Namun naas, percobaan itu tidak berhasil namun mengakibatkan pergeseran pada otaknya. Karena hal tersebut, Seksa menjadi memiliki dua kepribadian. Dikala siang menjadi a dikala malam menjadi b.
Dalam naskah drama seksa ini peran orang tua sangat dibutuhkan sekali, karena pada zaman ini sangatlah banyak pergaulan bebas.

Contoh kalimat percakapan dalam naskah Seksa yang menunjukan kesalahan pola asuh anak sebagai berikut :

1.      Suhadi : “belegug mah belegug we, henteu kudu loba alesan sagala. Matak teu lulus oge akibat kebluk ngapalkeun.”
Artinya : “bodoh mah bodoh saja, tidak usah banyak alasan segala. Makanya tidak lulus karena males belajar”

2.      Suhadi : “dasar budak belegug! Lamun teu cape mah maneh teh disiksa ayeuna keneh!”
Artinya : “dasar anak bodoh! Kalau tidak capek mah kau sudah disiksa sekarang juga!”

3.      Suhadi : “jadi bakat maneh naon? Ooh.. enya, kakara inget.. maneh masih keneh sok milu latihan ekting? Hayang jadi bentang sinetron maneh the? Ngaca siah! Eweuh kabecus maneh mah hirup teh. Kalah legeg di heulakeun!”
Artinya : “Jadi bakat kau apa? Oh, iya baru ingat, kau masih suka latihan acting? Mau jadi bintang sinetron? Ngaca sana! Gak ada keahlian hidup kau. Malah banyak gaya didahulukan!”

4.      Suhadi : “teu sudi aing kudu ngalalajoanan maneh! Cumah asup tivi oge, ari angger teu kabeli keur nyatu-nyatu can mah. Tuh jeblug maneh kasi ujay, gera bayar! Piraku aya aartis nganjuk keneh barang hakan ?”
Artinya : “tidak sudi saya harus nontonin kau! Percuma masuk tv juga kalau tidak kebeli untuk makan sedikitpun. Tuh makanan kau ke si Ujay cepat bayar! Masa ada artis masih ngehutang bahan makan?!”

5.      Suhadi : “nubaleg siah ? menang maling timana duitna?”
Artinya : “yang benar kau? Dapat maling darimana uangnya?”

Dalam contoh dialog diatas, sebagian besar menunjukan bahwa orang tua tidak sama sekali mendukung bakat dari anaknya sendiri. Sebagian besar, orang tua hanya bisa memarahi anaknya, hanya bisa menyalahkan anaknya, bukan mendukung dan mensupport bakat yang anaknya miliki.

Dimensi pola asuh 
Menurut Baumrind (dalam Damon & Lerner, 2006)  pola asuh terbagi menjadi 2 dimensi, yaitu: 
1.      Parental responsiveness  
Orang tua bersikap hangat dan memberikan kasih sayang kepada anak. Orang tua dan anak terlibat secara emosi dan menghabiskan waktu bersama dengan anak.  

     Parental demanding 
Orangtua memberikan kontrol terhadap anak mereka. Orang tua menggunakan hukuman untuk dengan tujuan untuk mengontrol anak mereka. Orang tua bersikap menuntut dan memaksa anak dan orang tua akan memberikan aturan kepada anak ketika anak tidak memenuhi tuntutan dari orang tua.  

Aspek-aspek Pola Asuh

Menurut Baumrind (dalam Damon & Lerner, 2006)  pola asuh terbagi beberapa aspek, yaitu: 
a.       Warmth 
Orang tua menunjukkan kasih sayang kepada anak, adanya keterlibatan emosi antara orang tua dan anak  serta menyediakan waktu bersama anak. Orang tua membantu anak untuk mengidentifikasi dan membedakan situasi ketika memberikan atau mengajarkan perilaku yang tepat

b.      Control 
Orang tua menerapkan cara berdisiplin kepada anak, memberikan beberapa tuntutan atau aturan serta mengontrol aktifitas anak, menyediakan beberapa standar yang dijalankan atau dilakukan secara konsisten, berkomunikasi satu arah dan percaya bahwa perilaku anak dipengaruhi oleh kedisiplinan.  

c.       Communication 
Orang tua menjelaskan kepada anak mengenai standar atau aturan serta pemberian  reward  atau  punish  yang  dilakukan kepada anak. Orang tua juga mendorong anak untuk bertanya jika anak tidak memahami atau setuju dengan standar atau aturan tersebut  

Perbandingan pola asuh anak dalam naskah “Seksa” dengan pola asuh anak menurut agama Islam. Pola asuh anak dalam Islam antara lain :

1.      Umur anak-anak 0-6 tahun.
Pada tahap ini, Rasulullah saw menyuruh kita untuk memanjakan, mengasihi dan menyayangi anak dengan kasih sayang tanpa terbatas.
2.      Umur anak-anak 7-14 tahun.
Pada tahap ini orang tua harus menanamkan nilai disiplin dan tanggung jawab kepada anak-anak.
3.      Umur anak-anak 15- 21 tahun.
Pada tahap remaja yang penuh sikap memberontak. Pada tahap ini, orangtua sebaiknya mendekati anak-anak dengan berteman tau berkawan dengan anak-anak. Sering berkomunikasi
4.      Umur anak 21 tahun dan ke atas.
     Tahap ini adalah masa orang tua untuk memberikan sepenuh kepercayaan kepada anak-anak dengan memberi kebebasan dalam membuat keputusan mereka sendiri.
Dalam naskah ini, bisa disimpulkan dengan garis besar bahwa komunikasi yang baik itu penting. Karena dengan adanya komunikasi yang baik, anak merasa di perhatikan, sehingga masalah yang anak miliki pun dapat terselesaikan. Amarah bukan jalan yang terbaik. Amarah hanya bisa memperburuk keadaan. Orang tua tidak bisa memaksakan keinginannya, karena orang tua hanya dititipkan oleh Tuhan untuk menjaga dan merawat anaknya dengan baik hingga dewasa nanti.

Daftar Pustaka :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KESALAHAN POLA ASUH ANAK YANG TERKANDUNG DIDALAM NASKAH DRAMA “SEKSA” KARYA DHIPA GALUH PURBA

Anak adalah anugerah terindah yang Tuhan titipkan kepada semua orang tua di muka bumi ini. Membesarkan anak menjadi pribadi yang berbudi...